Sabtu, 05 Mei 2012

Mutasi Kromosom: PERUBAHAN JUMLAH KROMOSOM


Mutasi kromosom mencakup perubahan struktur kromosom dan perubahan jumlah kromosom. Mutasi akibat dari perubahan jumlah kromosom diantaranya sebagai berikut.

1.    Fusi Sentrik dan Fisi Sentrik
       Penggabungan (fusi) kromosom dan pemisahan (fisi) kadang-kadang disebut sebagai perubahan Robertson change (Ayala,dkk. 1984). Fusi kromosom terjadi bilamana dua kromosom homolog bergabung membentuk satu kromosom, sedangkan fisi kromosom terjadi manakala satu kromosom terpisah menjadi dua.
       Fusi kromosom diperkirakan lebih sering terjadi dibanding fisi kromosom. Dalam hubungan ini telah diketahui bahwa fusi kromosom terjadi pada tiap kelompok tumbuhan maupun hewan yang besar; sedangkan peningkatan jumlah kromosom melalui fisi juga dilaporkan pada beberapa kasus, seperti yang terkait dengan marga kadal Anolis. Terkait dengan fusi maupun fisi kromosom tersebut, yang penting untuk dicatat adalah bahwa kedua mutasi kromosom tersebut sebenarnya merupakan fenomena umum ditinjau dari sudut pandang evolusi sudah diketahui bahwa jumlah kromosom haploid pada kebanyakan tumbuhan dan hewan berkisar antara 6-20, sedangkan rentang jumlah kromosom secara keseluruhan adalah antara 1 hingga beberapa ratus;bahkan spesies-spesies dalam sesuatu genus dapat saja memiliki jumlah kromosom yang berbeda, misalnya pada Drosophilla, jumlah kromosom berkisar antara 3-6 pasang.
     Dijelaskan bahwa fisi dan fusi kromosom disebut juga dengan Robetsonian changes. Russel, 1992 dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011, menyebutkan Robetsonian translocation merupakan suatu tipe translokasi nonresiprok yang berakibat bergabungnya lengan-lengan panjang dari dua kromosom akrosentrik (pada penggabungan tersebut hanya satu sentromer yang disertakan). Familial down Syndrome ini tidak persis sama dengan kelainan down syndrome yang lebih umum dikenal. Down syndrome timbul akibat trisomi 21 yang terkait dengan gagal berpisah kromosom 21 di saat meiosis sebelumnya; sedangkan familial down syndrome ini timbul karena trisomi kromosom 21 khususnya lengan panjang (memang ada 3 buah lengan panjang kromosom 21) dan kejadiannya tidak terkait dengan peristiwa gagal berpisah.
      
2.    Aneuploidi
     Aneuploidi adalah kondisi abnormal yang disebabkan oleh hilangnya satu kromosom atau lebih pada sesuatu pasang kromosom, atau yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah kromosom pada sesuatu pasang kromosom dari jumlah  yang seharusnya (Russel, 1992 dalam Corebima, 2011). Aneuploidi terjadi pada pasangan kromosom yang tergolong autosom maupun gonosom (kromosom kelamin).
       Aneuploidi dibedakan menjadi nullisomi, monosomi, trisomi, tetrasomi, pentasomi dan sebagainya. Pada nullisomi ke dua kromosom dari suatu pasangan kromosom hilang; jumlah kromosom secara keseluruhan dinyatakan sebagai 2n-2 jika nullisomi tersebut hanya terjadi pada satu pasangan kromosom. Pada monosomi hanya satu kromosom dari suatu pasangan kromosom yang hilang, jumlah kromosom secara keseluruhan dinyatakan sebagai 2n-1 (jika monosomi hanya terjadi pada satu pasang kromosom). Pada trisomi jumlah kromosom sesuatu pasangan kromosom bertambah satu; jumlah kromosom secara keseluruhan dinyatakan sebagai 2n+1 (jika trisomi hanya terjadi pada satu pasangan kromosom). Lebih lanjut pemaknaan yang setara diberlakukan untuk tetrasomi, pentasomi dan sebagainya, sehingga jumlah kromosom secara keseluruhan pada tetrasomi dan pentasomi masing-masing 2n+2 dan 2n+3( jika tetrasomi dan pentasomi hanya terjadi pada satu pasangan kromosom). Oleh karena itu bagaimana menyatakan jumlah kromosom secara keseluruhan pada hexasomi, heptasomi, dan oktasomi?. Trisomi, tetrasomi dan seterusnya secara bersama disebut juga sebagai polisomi (Corebima, 2011).
Aneuploidi dapat terjadi dari segregasi yag abnormal (ada peristiwa gagal berpisah) pada saat meiosis. Dari sejarah perkembangan genetika memang tercatat bahwa aneuploidi pertama kali dilaporkan oleh Bridges pada 1916, di saat beliau menemukan fenomena gagal berpisah pada D. Melanogaster. Pada saat itu ditemukan ada individu betina yang memiliki kromosom X dan satu kromosom Y; sebaliknya ada individu jantan yang hanya memiliki satu kromosom X tanpa kromosom Y.
Trisomi ditemukan pada banyak tumbuhan termasuk tanaman budidaya pangan seperti padi, jagung dan gandum. Pada tumbuhan, individu yang mengalami trisomi kadang-kadang memperlihatkan tampilan yang berbeda dari individu normal. Trisomi pada kromosom-kromosom tersebut menimbulkan dampak yang parah belum ditemukannya trisomi pada pasangan kromosom manusia yang lain diduga akibat dampak trisomi tersebut letal.
Pada manusia sudah ditemukan contoh-contoh aneploidi, baik nullisomi, trisomi dan seterusnya. Tiap macam anaploidi tersebut di saat kelahiran. Beberapa contoh informasi lain yang terkait dampak abnormalitas yang ditimbulkan oleh tiap macam aneuploidi. Contoh Sindrom Down dan Sindrom Turner, Sindrom Knifelter.
Sindrom Down yang disebut juga mongolism disebakan oleh trisomi pada kromosom 21. Sindrom Down mengalami keterbelakangan mental parah, mempunyai abnormalitas telapak tangan, raut wajah yang khas, serta tinggi badan di bawah rata-rata. Para penderita ini mencapai umur rata-rata 16 tahun, sekalipun ada pula yang dapat mencapai usia dewasa; jarang mempunyai turunan,melalui aborsi spontan. Sekalipun frekuensi di saat kelahiran adalah satu dalam 700 kelahiran, diperkirakan frekuensi saat pada saat konsepsi sekitar 5x lebih tinggi yaitu sekitar 7,3 di dalam 100. Jelaslah bahwa sekitar 4/5 bagiannya hilang  melaui aborsi spontan. Frekuensi insidensi Sindrom Down meningkat sejalan dengan peningkatan usia ibu, bahkan disebutkan pada usia 40-an tahun frekuensi insidensi sindrom Down sekitar 40x lebih tinggi disbanding frekuensi di usia ibu sekitar 20-an tahun. (Ayala,dkk, 1984 dalam Corebima, 2011).
Sindrom Turner disebabkan oleh monosomi kromosom kelamin X. Dalam hal ini jumlah kromosom X yang seharusnya dua bawah ternyata hanya satu buah. Sindrom Turner ini merupakan satu-satunya tipe monosomi pada manusia yang dapat hidup (Ayala, dkk, 1984 dalam Corebima, 2011). Para penderita sindrom Turner steril, bahkan biasanya sebagai wanita tidak memiliki indung telur, serta yang mengalami tanda-tanda kelamin sekunder terbatas. Ciri lain dari sindrom Turner adalah postur tubuh pendek, rahang abnormal, leher bergelambir, serta berdada bidang.

Sindrom Klinefelter biasanya disebabkan oleh trisomi pada kromosom kelamin berupa XXY, kariotif lain seperti XXYY (tetrasomi), XXXY (tetrasomi), XXXXY (pentasomi) dan XXXXXY (heksasomi) juga bersangkut paut dengan sindrom ini (Ayala, dkk 1984). Para penderita sindrom klinefelter merupakan pria mandul yang memperlihatkan ciri kewanitaan. Dalam hal ini mereka mempunyai testis dam kelenjar prostat yang tidak berkembang, serta dada bidang tetapi mempunyai bulu badan yang jarang. Beberapa penderita yang berkariotip XXY mengalami keterbelakangan mental, sekalipun kebanyakan mempunyai IQ pada rentang normal. Dilain pihak telah diketahui bahwa para penderita yang mempunyai lebih banyak kromosom X lebih besar peluangnya mengalami keterbelakangan mental.


Sindrom Patau disebabkan oleh Trisomi pada kromosom no 13. Para penderita sindrom ini mempunyai bibir sumbing, serta langit-langit terbelah, demikian pula menderita cacat mata, otak serta kardiofaskular yang parah. Biasanya penderita Sindrom ini meninggal pada usia tiga bulan pertama, sekalipun ada pula yang mencapai usia 5 tahun ( Ayala,dkk. 1984).

3.    Monoploidi
            Kejadian yang menyebabkan suatu makhluk hidup, misalnya yang biasa tergolong diploid, hanya mempunyai satu perangkat kromosom disebut monoploidi. Kadang-kadang monoploidi disebut sebagai haploidi (Ayala, dkk., 1984; Russel, 1994 dalam Corebima, 2011), tetapi istilah terakhir ini biasanya digunakan khusus di kalangan sel-sel garnet. Gambar 2.15  memperlihatkan contoh perangkat kromosom monoploid yang dibedakan dari yang diploid dan poliploid.

       Monoploidi jarang terjadi, mungkin karena banyak individu monoploid tak dapat hidup akibat pengaruh gen mutan letal (termasuk yang resesif). Di lain hak spesies tertentu justru' mempunyai individu-individu monoploid sebagai suatu bagian/ kondisi yang normal dalam siklus hidupnya (Corebima, 2011).
       Dewasa ini monoploid secara ekstensif digunakan pada percobaan pemuliaan tanaman. Dalam hal ini sel-sel monoploid diisolasi dari produk meiosis yang haploid di dalam kepala sari. Sel-sel monoploid itu selanjutnya diinduksi sehingga tumbuh dan selanjutnya ditelaah misalnya yang berkaitan dengan sifat- sifat genetik (Russel, 1992 dalam Corebima, 2011). Sel-sel dari suatu induksi monoploid juga dapat diinduksi untuk mengalami mutasi, tanpa setiap kali harus menginduksi mutasi yang resesif.

4.    Poliploidi
            Poliploidi terjadi karena penggandaan perangkat kromosom secara keseluruhan. Dalam hal ini dari individu-individu yang tergolong diploid dapat muncul turunan yang triploid maupun tetraploid. Poliploidi juga dapat menghasilkan individu-individu yang pentaploid, heksaploid dsb.
       Fenomena poliploidi lebih sering dijumpai pada spesies-spesies tumbuhan disbanding spesies hewan. Dikalangan kebanyakan spesies hewan poliploidi memang jarang dijumpai : tetapi banyak kelompok kadal, amphipi serta ikan, poliploidi lazim dijumpai (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011).
Berikut beberapa alasan yang dikemukakan oleh Ayala, dkk. 1984 dalam Corebima, 2011 terkait dengan jarangnya poliploidi di hewan antara lain:
1.    Poliploidi mengganggu keseimbangan antara autosom dan kromosom kelamin yang bermanfaat untuk determinasi kelamin.
2.    Kebanyakan hewan melakukan fertelisasi silang; dalam hal ini suatu individu poliploid yang terbararu berbentuk tidak dapat bereproduksi sendiri.
3.    Hewan memiliki perkembangan yang lebih kompleks, yang dapat dipengaruhi oleh perubahan yang disebabkan oleh poliploidi, misalnya dalam kaitannya dengan ukuran sel yang akhirnya mengubah ukuran organ.
4. Jika dikalangan tumbuhan, individu poliploid sering timbul dari duplikasi pada hibrid, tetapi dikalangan hewan hibrid-hibrid biasanya invariabl atau steril.
       Berkenaan dengn kejadian selama mitosis, informasi lain menyebutkan bahwa poliploid dapat juga terjadi akibat penggandaan jumlah perangkat kromosom di dalam sel–sel somatik secara spontan (Ayala, dkk, 1984 dalam Corebima, 2011). Dalam hal ini kromosom berlangsung tanpa diikuti oleh pembelahan sel. (pada individu diploid) kondisi ini dapat berakibat terbentuknya kelompok sel (jaringan) tetraploid, yang pada akhirnya menghasilkan gamet-gamet  diploid, lebih lanjut jika terjadi pembuahan sendiri maka akan menghasilkan zigot tetraploid, tetapi jika terjadi pembuahan yang melibatkan suatu gamet haploid, maka akan terbentuk zigot triploid.
       Berkenaan dengan kejadian yang terkait dengan meiosis, informasi lain menyebutkan bahwa poliploidi dapat terjadi akibat penyimpangan selama meiosis yng menghasilkan gamet-gamet yang tidak mengalami reduksi itu (misalnya individu diploid) bergabung dengan suatu gamet normal (haploid) maka zigot yang terbentuk tergolong triploid; dan sebaliknya jika gamet-gametyang bergabung itu sama-sama tidak mengalami reduksi (pada individu diploid) maka zigot yang terbentuk tergolong tetraploid.
       Poliploid yang terjadi akibat perlakuan, misalnya perlakuan dengan kolkisin (Ayala, dkk, 1984; Russel,1992 Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011 ). Kolkisin ini tergolong alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan Colchum autamnale.  Perlakuan dengan koklisin pada saat mitosis berakibat terhambatnya pembentukan benang spindle mitosis. Dalam hal ini akibat perlakuan maka kromosom yang telah mengalami replikasi tetap tidak terpisah dan tidak dapat masuk ke tahap mitosis anaphase berimigrasi ke kutub-kutub sel. Lebih lanjut jika efek kolkisin itu hilang maka sel itu dapat berlangsung memasuki tahap siklus sel interfase; dan pada keadaan tersebut sel tadi mempunyai jumlah kromosom sebanyak 2 kali lipat. Atas dasar asal usul  kejadiannya poliploidi dibedakan menjadi autopoliploidi dan allopoliploidi.

a.         Autopoliploidi
Menurut (Suwarno, 2008)  autoploid dapat muncul dengan spontan, atau dapat juga dimunculkan melalui induksi penggandaan kromosom pada tanaman dengan tingkat ploidi yang lebih rendah. Autoploid spontan dapat timbul ketika gamet yang tidak direduksi bergabung dan menghasilkan individu dengan empat set kromosom dasar atau genom. Tanaman hasilnya adalah autotetraploid (4x). Jika set kromosom dasar atau genom tanaman asli disebut A, maka kedua diploid akan disebut AA dan autotetraploidnya AAAA. Autoploid dapat diinduksi oleh kejutan lingkungan atau dengan bahan kimia yang mengganggu pembelahan kromosom normal. Beberapa bahan kimia akan menginduksi poliploidi, tetapi yang paling banyak digunakan adalah colchicine atau colcemid.
Menurut Ayala, dkk (1984),  pada autopoliploidi tidak melibatkan spesies yang lain. Dalam hal ini seluruh perangkat kromosom yang sudah mengganda berasal dari spesies yang sama. Atau dengan kata lain perangkat kromosom tambahan adalah milik spesies yang sama tersebut. Sebagai contoh misalnya perangkat kromosom diberi symbol A, maka autopoliploidi mempunyai symbol AAA, sedangkan autotetraploidi bersimbol AAAA.


b.        Allopoliploidi
Alloploid adalah poliploid yang dibuat dengan mengkombinasikan genom dari dua spesies atau lebih, berbeda dari autoploid yang dibentuk oleh multiplikasi set kromosom di dalam spesies. Jika set kromosom dasar spesies pertama adalah A dan set kromosom dasar spesies kedua adalah B, tetua diploid masing-masing akan memiliki genom AA dan BB, dan keturunan hibrida F1 adalah AABB seperti pada Gambar 2.16 (gambar b). Alloploid yang ditemukan di alam umumnya memiliki tingkat kesuburan yang tinggi; sebaliknya mereka tidak dapat bertahan hidup sebagai spesies. Alloploid yang diinduksi secara buatan dapat beragam dari fertil sempurna hingga steril sempurna (Suwarno, 2008).
     Dewasa ini teknik hibridisasi sel somatik juga digunakan untuk menghasilkan tumbuhan allopoliploid (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Bagan prosedur teknik tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.17. Pada teknik tersebut, sel yang diambil dari daun yang sedang tumbuh dihilangkan dinding selnya sehingga dihasilkan protoplast. Sel-sel dalam wujud protoplast itu dapat dipertahankan dalam kultur, atau distimulasi untuk melakukan fusi dengan protoplast yang lain, sehingga menghasilkan hibrid sel somatik (dalam wujud protoplast) itu dapat diinduksi sehingga tumbuh dan berkembang menjadi tanaman allopoliploid.

 Bagan pembuatan bagian tanaman ataupun tanaman yang allopoliploidi melalui teknik hibridisasi sel somatik
                Berkenaan dengan poliploidi dikenal pula endopoliploidi. Yang dimaksud dengan endopoliploidi  adalah peningkatan jumlah perangkat kromosom yang terjadi akibat replikasi selama endomitosis yang berlangsung dalam inti sel somatik (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Sel-sel tertentu pada tubuh makhluk hidup diploid sebaliknya tergolong poliploid. Dalam hal ini sel-sel tersebut dikatakan telah mengalami endopoliploidi; pada sel-sel itu replikasi dan pemisahan kromosom berlangsung tanpa diikuti pembelahan inti. Dikatakan lebih lanjut bahwa proses yang mengarah kepada endopoliploidi itulah yang disebut endomitosis.
                Manfaat dari endopoliploidi belum jelas diketahui (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Di lain pihak proliferasi kopi-kopi kromosom sering terjadi pada sel-sel yang sedang sangat membutuhkan produk gen tertentu. Pada kenyataannya, gen-gen tertentu yang produknya sangat dibutuhkan di tiap sel, secara alami memang ditemukan memiliki jumlah kopi yang banyak; gen-gen RNA ribosom maupun RNA transfer adalah contoh dari gen yang memiliki banyak kopi tersebut. Pada sel-sel makhluk hidup tertentu, keseluruhan genom malahan mengalami replikasi, sehingga laju ekspresi berbagai gen menjadi lebih tinggi. Dengan kata lain terjadi peningkatan jumlah perangkat kromosom akibat replikasi selama endomitosis yang berlangsung dalam inti sel somatik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar