Mutasi
kromosom mencakup perubahan struktur kromosom dan perubahan jumlah kromosom.
Mutasi akibat dari perubahan jumlah kromosom diantaranya sebagai berikut.
1.
Fusi
Sentrik dan Fisi Sentrik
Penggabungan (fusi) kromosom dan
pemisahan (fisi) kadang-kadang disebut sebagai perubahan Robertson change
(Ayala,dkk. 1984). Fusi kromosom terjadi bilamana dua kromosom homolog
bergabung membentuk satu kromosom, sedangkan fisi kromosom terjadi manakala
satu kromosom terpisah menjadi dua.
Fusi kromosom diperkirakan lebih sering
terjadi dibanding fisi kromosom. Dalam
hubungan ini telah diketahui bahwa fusi kromosom terjadi pada tiap kelompok
tumbuhan maupun hewan yang besar; sedangkan peningkatan jumlah kromosom melalui
fisi juga dilaporkan pada beberapa kasus, seperti yang terkait dengan marga
kadal Anolis. Terkait dengan fusi
maupun fisi kromosom tersebut, yang penting untuk dicatat adalah bahwa kedua
mutasi kromosom tersebut sebenarnya merupakan fenomena umum ditinjau dari sudut
pandang evolusi sudah diketahui bahwa jumlah kromosom haploid pada kebanyakan
tumbuhan dan hewan berkisar antara 6-20, sedangkan rentang jumlah kromosom
secara keseluruhan adalah antara 1 hingga beberapa ratus;bahkan spesies-spesies
dalam sesuatu genus dapat saja memiliki jumlah kromosom yang berbeda, misalnya
pada Drosophilla, jumlah kromosom
berkisar antara 3-6 pasang.
Dijelaskan bahwa fisi dan fusi kromosom
disebut juga dengan Robetsonian changes. Russel, 1992 dan Cummings, 1994
dalam Corebima, 2011, menyebutkan Robetsonian
translocation merupakan suatu tipe translokasi nonresiprok yang berakibat
bergabungnya lengan-lengan panjang dari dua kromosom akrosentrik (pada
penggabungan tersebut hanya satu sentromer yang disertakan). Familial down Syndrome ini tidak persis
sama dengan kelainan down syndrome
yang lebih umum dikenal. Down syndrome
timbul akibat trisomi 21 yang terkait dengan gagal berpisah kromosom 21 di saat
meiosis sebelumnya; sedangkan familial
down syndrome ini timbul karena trisomi kromosom 21 khususnya lengan
panjang (memang ada 3 buah lengan panjang kromosom 21) dan kejadiannya tidak
terkait dengan peristiwa gagal berpisah.
2.
Aneuploidi
Aneuploidi
adalah kondisi abnormal yang disebabkan oleh hilangnya satu kromosom atau lebih
pada sesuatu pasang kromosom, atau yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah
kromosom pada sesuatu pasang kromosom dari jumlah yang seharusnya (Russel, 1992 dalam Corebima,
2011). Aneuploidi terjadi pada pasangan kromosom yang tergolong autosom maupun
gonosom (kromosom kelamin).
Aneuploidi
dibedakan menjadi nullisomi, monosomi, trisomi, tetrasomi, pentasomi dan
sebagainya. Pada nullisomi ke dua kromosom dari suatu pasangan kromosom hilang;
jumlah kromosom secara keseluruhan dinyatakan sebagai 2n-2 jika nullisomi
tersebut hanya terjadi pada satu pasangan kromosom. Pada monosomi hanya satu
kromosom dari suatu pasangan kromosom yang hilang, jumlah kromosom secara
keseluruhan dinyatakan sebagai 2n-1 (jika monosomi hanya terjadi pada satu
pasang kromosom). Pada trisomi jumlah kromosom sesuatu pasangan kromosom
bertambah satu; jumlah kromosom secara keseluruhan dinyatakan sebagai 2n+1
(jika trisomi hanya terjadi pada satu pasangan kromosom). Lebih lanjut
pemaknaan yang setara diberlakukan untuk tetrasomi, pentasomi dan sebagainya,
sehingga jumlah kromosom secara keseluruhan pada tetrasomi dan pentasomi
masing-masing 2n+2 dan 2n+3( jika tetrasomi dan pentasomi hanya terjadi pada
satu pasangan kromosom). Oleh karena itu bagaimana menyatakan jumlah kromosom
secara keseluruhan pada hexasomi, heptasomi, dan oktasomi?. Trisomi, tetrasomi
dan seterusnya secara bersama disebut juga sebagai polisomi (Corebima, 2011).
Aneuploidi dapat terjadi dari segregasi yag abnormal
(ada peristiwa gagal berpisah) pada saat meiosis. Dari sejarah perkembangan
genetika memang tercatat bahwa aneuploidi pertama kali dilaporkan oleh Bridges
pada 1916, di saat beliau menemukan fenomena gagal berpisah pada D. Melanogaster. Pada saat itu ditemukan
ada individu betina yang memiliki kromosom X dan satu kromosom Y; sebaliknya
ada individu jantan yang hanya memiliki satu kromosom X tanpa kromosom Y.
Trisomi ditemukan pada banyak tumbuhan termasuk
tanaman budidaya pangan seperti padi, jagung dan gandum. Pada tumbuhan,
individu yang mengalami trisomi kadang-kadang memperlihatkan tampilan yang berbeda
dari individu normal. Trisomi pada kromosom-kromosom tersebut menimbulkan
dampak yang parah belum ditemukannya trisomi pada pasangan kromosom manusia
yang lain diduga akibat dampak trisomi tersebut letal.
Pada manusia sudah ditemukan contoh-contoh aneploidi,
baik nullisomi, trisomi dan seterusnya. Tiap macam anaploidi tersebut di saat
kelahiran. Beberapa contoh informasi lain yang terkait dampak abnormalitas yang
ditimbulkan oleh tiap macam aneuploidi. Contoh Sindrom Down dan Sindrom Turner,
Sindrom Knifelter.
Sindrom Down
yang disebut juga mongolism disebakan oleh trisomi pada kromosom 21. Sindrom Down mengalami keterbelakangan mental
parah, mempunyai abnormalitas telapak tangan, raut wajah yang khas, serta
tinggi badan di bawah rata-rata. Para penderita ini mencapai umur rata-rata 16
tahun, sekalipun ada pula yang dapat mencapai usia dewasa; jarang mempunyai
turunan,melalui aborsi spontan. Sekalipun frekuensi di saat kelahiran adalah
satu dalam 700 kelahiran, diperkirakan frekuensi saat pada saat konsepsi
sekitar 5x lebih tinggi yaitu sekitar 7,3 di dalam 100. Jelaslah bahwa sekitar
4/5 bagiannya hilang melaui aborsi
spontan. Frekuensi insidensi Sindrom Down meningkat sejalan dengan peningkatan
usia ibu, bahkan disebutkan pada usia 40-an tahun frekuensi insidensi sindrom
Down sekitar 40x lebih tinggi disbanding frekuensi di usia ibu sekitar 20-an
tahun. (Ayala,dkk, 1984 dalam Corebima, 2011).
Sindrom Turner
disebabkan oleh monosomi kromosom kelamin X. Dalam hal ini jumlah kromosom X
yang seharusnya dua bawah ternyata hanya satu buah. Sindrom Turner ini merupakan satu-satunya tipe
monosomi pada manusia yang dapat hidup (Ayala, dkk, 1984 dalam Corebima, 2011).
Para penderita sindrom Turner steril,
bahkan biasanya sebagai wanita tidak memiliki indung telur, serta yang
mengalami tanda-tanda kelamin sekunder terbatas. Ciri lain dari sindrom Turner adalah postur tubuh pendek,
rahang abnormal, leher bergelambir, serta berdada bidang.
Sindrom Klinefelter biasanya disebabkan oleh trisomi pada kromosom kelamin
berupa XXY, kariotif lain seperti XXYY (tetrasomi), XXXY (tetrasomi), XXXXY
(pentasomi) dan XXXXXY (heksasomi) juga bersangkut paut dengan sindrom ini (Ayala,
dkk 1984). Para penderita sindrom klinefelter
merupakan pria mandul yang memperlihatkan ciri kewanitaan. Dalam hal ini mereka
mempunyai testis dam kelenjar prostat yang tidak berkembang, serta dada bidang
tetapi mempunyai bulu badan yang jarang. Beberapa penderita yang berkariotip
XXY mengalami keterbelakangan mental, sekalipun kebanyakan mempunyai IQ pada
rentang normal. Dilain pihak telah diketahui bahwa para penderita yang
mempunyai lebih banyak kromosom X lebih besar peluangnya mengalami keterbelakangan
mental.
Sindrom Patau disebabkan oleh Trisomi pada kromosom no 13. Para penderita
sindrom ini mempunyai bibir sumbing, serta langit-langit terbelah, demikian
pula menderita cacat mata, otak serta kardiofaskular yang parah. Biasanya
penderita Sindrom ini meninggal pada usia tiga bulan pertama, sekalipun ada
pula yang mencapai usia 5 tahun ( Ayala,dkk. 1984).
3.
Monoploidi
Kejadian
yang menyebabkan suatu makhluk hidup, misalnya yang biasa tergolong diploid,
hanya mempunyai satu perangkat kromosom disebut monoploidi. Kadang-kadang
monoploidi disebut sebagai haploidi (Ayala, dkk., 1984; Russel, 1994
dalam Corebima, 2011), tetapi istilah
terakhir ini biasanya digunakan khusus di kalangan sel-sel garnet. Gambar 2.15
memperlihatkan
contoh perangkat kromosom monoploid yang dibedakan dari yang diploid dan
poliploid.
Monoploidi
jarang terjadi, mungkin karena banyak individu monoploid tak dapat hidup akibat
pengaruh gen mutan letal (termasuk yang resesif). Di lain hak spesies tertentu
justru' mempunyai individu-individu monoploid sebagai suatu bagian/ kondisi
yang normal dalam siklus hidupnya (Corebima, 2011).
Dewasa
ini monoploid secara ekstensif digunakan pada percobaan pemuliaan tanaman.
Dalam hal ini sel-sel monoploid diisolasi dari produk meiosis yang haploid di
dalam kepala sari. Sel-sel monoploid itu selanjutnya diinduksi sehingga tumbuh
dan selanjutnya ditelaah misalnya yang berkaitan dengan sifat- sifat genetik
(Russel, 1992 dalam Corebima, 2011). Sel-sel dari suatu induksi monoploid juga dapat
diinduksi untuk mengalami mutasi, tanpa setiap kali harus menginduksi mutasi
yang resesif.
4.
Poliploidi
Poliploidi terjadi karena
penggandaan perangkat kromosom secara keseluruhan. Dalam hal ini dari
individu-individu yang tergolong diploid dapat muncul turunan yang triploid
maupun tetraploid. Poliploidi juga dapat menghasilkan individu-individu yang
pentaploid, heksaploid dsb.
Fenomena poliploidi lebih sering dijumpai pada spesies-spesies
tumbuhan disbanding spesies hewan. Dikalangan kebanyakan spesies hewan
poliploidi memang jarang dijumpai : tetapi banyak kelompok kadal, amphipi serta
ikan, poliploidi lazim dijumpai (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011).
Berikut beberapa alasan
yang dikemukakan oleh Ayala, dkk. 1984 dalam Corebima, 2011 terkait dengan
jarangnya poliploidi di hewan antara lain:
1.
Poliploidi mengganggu keseimbangan antara autosom dan
kromosom kelamin yang bermanfaat untuk determinasi kelamin.
2.
Kebanyakan hewan melakukan fertelisasi silang; dalam hal ini
suatu individu poliploid yang terbararu berbentuk tidak dapat bereproduksi
sendiri.
3.
Hewan memiliki perkembangan yang lebih kompleks, yang dapat
dipengaruhi oleh perubahan yang disebabkan oleh poliploidi, misalnya dalam
kaitannya dengan ukuran sel yang akhirnya mengubah ukuran organ.
4. Jika
dikalangan tumbuhan, individu poliploid sering timbul dari duplikasi pada
hibrid, tetapi dikalangan hewan hibrid-hibrid biasanya invariabl atau steril.
Berkenaan dengn kejadian selama mitosis, informasi lain
menyebutkan bahwa poliploid dapat juga terjadi akibat penggandaan jumlah
perangkat kromosom di dalam sel–sel somatik secara spontan (Ayala, dkk, 1984
dalam Corebima, 2011). Dalam hal ini kromosom berlangsung tanpa diikuti oleh
pembelahan sel. (pada individu diploid) kondisi ini dapat berakibat
terbentuknya kelompok sel (jaringan) tetraploid, yang pada akhirnya
menghasilkan gamet-gamet diploid, lebih
lanjut jika terjadi pembuahan sendiri maka akan menghasilkan zigot tetraploid,
tetapi jika terjadi pembuahan yang melibatkan suatu gamet haploid, maka akan
terbentuk zigot triploid.
Berkenaan dengan kejadian yang terkait dengan meiosis,
informasi lain menyebutkan bahwa poliploidi dapat terjadi akibat penyimpangan
selama meiosis yng menghasilkan gamet-gamet yang tidak mengalami reduksi itu
(misalnya individu diploid) bergabung dengan suatu gamet normal (haploid) maka
zigot yang terbentuk tergolong triploid; dan sebaliknya jika gamet-gametyang
bergabung itu sama-sama tidak mengalami reduksi (pada individu diploid) maka
zigot yang terbentuk tergolong tetraploid.
Poliploid yang terjadi akibat perlakuan, misalnya perlakuan
dengan kolkisin (Ayala, dkk, 1984; Russel,1992 Klug dan Cummings, 1994 dalam
Corebima, 2011 ). Kolkisin ini
tergolong alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan Colchum autamnale. Perlakuan
dengan koklisin pada saat mitosis berakibat terhambatnya pembentukan benang
spindle mitosis. Dalam hal ini akibat perlakuan maka kromosom yang telah
mengalami replikasi tetap tidak terpisah dan tidak dapat masuk ke tahap mitosis
anaphase berimigrasi ke kutub-kutub sel. Lebih lanjut jika efek kolkisin itu
hilang maka sel itu dapat berlangsung memasuki tahap siklus sel interfase; dan
pada keadaan tersebut sel tadi mempunyai jumlah kromosom sebanyak 2 kali lipat.
Atas dasar asal usul kejadiannya
poliploidi dibedakan menjadi autopoliploidi dan allopoliploidi.
a.
Autopoliploidi
Menurut (Suwarno, 2008) autoploid dapat muncul dengan spontan, atau
dapat juga dimunculkan melalui induksi penggandaan
kromosom pada tanaman dengan tingkat ploidi yang lebih
rendah. Autoploid spontan dapat timbul ketika gamet yang tidak direduksi bergabung dan menghasilkan individu dengan empat set
kromosom dasar atau
genom. Tanaman hasilnya adalah autotetraploid (4x).
Jika set kromosom dasar atau genom tanaman asli disebut
A, maka kedua diploid akan disebut AA dan autotetraploidnya
AAAA.
Autoploid dapat diinduksi oleh kejutan lingkungan atau
dengan bahan
kimia yang mengganggu pembelahan kromosom normal. Beberapa
bahan kimia
akan menginduksi poliploidi, tetapi yang paling banyak
digunakan adalah
colchicine atau colcemid.
Menurut Ayala, dkk (1984), pada autopoliploidi tidak melibatkan spesies
yang lain. Dalam hal ini seluruh perangkat kromosom yang sudah mengganda
berasal dari spesies yang sama. Atau dengan kata lain perangkat kromosom
tambahan adalah milik spesies yang sama tersebut. Sebagai contoh misalnya
perangkat kromosom diberi symbol A, maka autopoliploidi mempunyai symbol AAA,
sedangkan autotetraploidi bersimbol AAAA.
b.
Allopoliploidi
Alloploid adalah poliploid yang
dibuat dengan mengkombinasikan genom dari dua spesies atau lebih, berbeda
dari autoploid yang dibentuk oleh multiplikasi set
kromosom di dalam spesies. Jika set kromosom dasar spesies pertama adalah A dan set kromosom dasar spesies kedua adalah B, tetua
diploid masing-masing akan memiliki genom AA dan BB,
dan keturunan hibrida F1 adalah AABB seperti pada Gambar 2.16 (gambar b). Alloploid yang ditemukan di alam umumnya memiliki tingkat
kesuburan yang
tinggi; sebaliknya mereka tidak dapat bertahan hidup sebagai
spesies. Alloploid
yang diinduksi secara buatan dapat beragam dari fertil
sempurna hingga steril sempurna (Suwarno, 2008).
Dewasa ini teknik hibridisasi sel
somatik juga digunakan untuk menghasilkan tumbuhan allopoliploid (Klug dan
Cummings, 1994
dalam Corebima, 2011). Bagan prosedur teknik tersebut ditunjukkan pada Gambar
2.17. Pada teknik
tersebut, sel yang diambil dari daun yang sedang tumbuh dihilangkan dinding
selnya sehingga dihasilkan protoplast. Sel-sel dalam wujud protoplast itu dapat
dipertahankan dalam kultur, atau distimulasi untuk melakukan fusi dengan protoplast
yang lain, sehingga menghasilkan hibrid sel somatik (dalam wujud protoplast)
itu dapat diinduksi sehingga tumbuh dan berkembang menjadi tanaman
allopoliploid.
Bagan pembuatan
bagian tanaman ataupun tanaman yang allopoliploidi melalui teknik hibridisasi
sel somatik
Berkenaan dengan poliploidi dikenal pula endopoliploidi. Yang dimaksud dengan endopoliploidi adalah peningkatan jumlah perangkat kromosom
yang terjadi akibat replikasi selama endomitosis yang berlangsung dalam inti sel
somatik (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Sel-sel tertentu pada tubuh makhluk
hidup diploid sebaliknya tergolong poliploid. Dalam hal ini sel-sel tersebut
dikatakan telah mengalami endopoliploidi; pada sel-sel itu replikasi dan
pemisahan kromosom berlangsung tanpa diikuti pembelahan inti. Dikatakan lebih
lanjut bahwa proses yang mengarah kepada endopoliploidi itulah yang disebut
endomitosis.
Manfaat dari endopoliploidi belum jelas diketahui (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Di lain pihak
proliferasi kopi-kopi kromosom sering terjadi pada sel-sel yang sedang sangat
membutuhkan produk gen tertentu. Pada kenyataannya, gen-gen tertentu yang
produknya sangat dibutuhkan di tiap sel, secara alami memang ditemukan memiliki
jumlah kopi yang banyak; gen-gen RNA ribosom maupun RNA transfer adalah contoh
dari gen yang memiliki banyak kopi tersebut. Pada sel-sel makhluk hidup
tertentu, keseluruhan genom malahan mengalami replikasi, sehingga laju ekspresi
berbagai gen menjadi lebih tinggi. Dengan kata lain terjadi peningkatan jumlah perangkat
kromosom akibat replikasi selama endomitosis yang berlangsung dalam inti sel
somatik.