LAJU MUTASI
Pada umumnya laju
mutasi yang teramati rendah, tetapi
beberapa gen jelas terlihat sering bermutasi daripada yang lainnya (yang
dimaksud adalah yang berhubungan dengan mutasi spontan yang dikemukakan oleh Gardner ). Dikatakan bahwa
mutasi spontan jarang terjadi, sekalipun frekuansi yang teramati berbeda dari
gen ke gen maupun dari makhluk hidup ke makhlu hidup. Laju mutasi gen-gen
tertentupada berbagai makhlu hidup, sedangkan frekunsi mutasi spontan di
lokus-lokus tertentu pada berbagai makhluk hidup.
Dalam hal ini tersirat
bahwa kesimpulan tentang laju mutasi yang teramati rendah serta mutasi spontan
yang jaran terjadi itu didasarkan pada mutasi yang dampaknya teramati
(terdeteksi), dan sama sekali tidak termasuk mutasi yang dampaknya tidak
teramati (tidak terdeteksi), apalagi mutasi yang sudah sempat diperbaiki.
Menurut Gardner dkk,
mengatakan bahwa pengukuran frekuensi muatasi ke depan ( forward mutation)
berkisar 10-8 hingga 10-10 muatasi yang dapat terdeteksi
per pasangan nucleotide per generasi, demikian pula untuk makhluk hidup
eukariotik, perkiraan mutasi ke depan berkisar sekitar 10-7 hingga
10-9 mutasi yang dapat terdeteksi per pasangan nucleotide per
generasi.
Seperti yang telah
dikemukakan bahwa laju muatasi secara individual memang rendah. Akan tetapi,
jika diperhatikan kenyataan bahwa tiap individu makhluk hidup mempunyai banyak
gen, dan tiap spesies tersusun dari banyak individu, maka (dalam batas mutasi
yang terdeteksi sekalipun) sebenarnya mutasi merupakan peristiwa yang biasa,
tidak jarang.
Pengukuran laju mutasi
spontan pada bakteri dan fag elatif
mudah disbanding pengukuran pada kelompok-kelompok makhluk hidup yang lebih tinggi.
Pengukuran laju mutasi yang lebih mudah pada bakteri dan fag tersebut disebabkan karena kromosom kelompok-kelompok makhluk
hidup tingkat rendah tersebut monoploid. Pengukuran laju mutasi pada makhluk
hidup memang sangat sulit karena kromosom-kromosom makhluk hidup yzng lebih
tinggi bukan monoploid, tetapi (terutama) diploid, keadaan kromosom yang bikan
monoploid, (misalkan diploid) memang menyebabkan mutan resesif tidak terdeteksi
jika berada dala kondisi heterozigot.
DETEKSI MUTASI
Deteksi Mutasi Pada Bakteri Dan Jamur
Deteksi mutasi pada
makhluk hidup monoploid semacam bakteri dan jamur sangat efisien. Dalam hal ini
deteksi mutasi tergantung kepada suatu system seleksi yang mudah memisahkan
sel-sel mutan dari yang bukan mutan. Prinsip-prinsip umum deteksi mutasi pada
bakteri dan jamur berbeda.
Neurospora crasa adalah jamur yang bersifat monoploid (diploid)
pada fase vegetatif.oleh karena itu deteksi mutasi pada fase itu sangat mutah
dilakukan dibanding pada fase generatif atau dibanding pada makhlik hidup yang
lainnya.
Deteksi
Mutasi Pada Drosophila
Deteksi mutasi pada Drosophila, menggunakan pengukuran laju
mutasi letal resesif yang terpaut
kromosom kelamin X menggunakan teknik Muller-5. Teknik yang dikembangkan oleh
H. J. Muller ini merupakan suatu teknik deteksi mutasi pada Drosophila dan disebut juga teknik CIBVC
yaitu suatu inversi yang menekan (menghalangi) peristiwa pindah silang. Selain
itu dengan teknik mutasi kromosom X berlekatan atau attached-X procedure. Teknik ini menggunakan individu betina yang
memiliki kromosom X berlekatan. Teknik ini dimanfaatkan untuk mendeteksi mutasi
morfologi yang resesif bahkan lebih sederhana karena hanya satu generasi yang
dibutuhkan.
Deteksi mutasi pada
makhluk hidup monoploid semacam bakteri dan jamur sangat efisien dan bergantung
pada suatu sistem seleksi yang mudah memisahkan antara sel mutan dari yang
bukan merupakan sel mutan, contohnya pada Neurospora
crassa yaitu jamur yang bersifat monoploid (haploid) pada fase vegetatif.
Deteksi mutasi pada fase tersebut lebih mudah daripada fase generatif atau
dibandingkan dengan makhluk hidup yang lainnya. Konidia monoploid yang
mengandung mutan dapat dideteksi dan diisolasi berdasarkan kegagalannya tumbuh
pada suatu medium lengkap.
Deteksi Mutasi Pada Tumbuhan Tinggi
Banyak variasi
morfologi tumbuhan tinggi dapat terdeteksi secara sederhana melalui pengamatan
visual. Di samping itu ada juga teknik yang digunakan untuk mendeteksi
mutasi-mutasi biokimiawi. Teknik pertama adalah melalui teknik analisis
komposisi biokimia. Teknik yang kedua adalah menggunakan teknik analisis
silsilah. Sifat fenotip yang berlatar belakang genetic semacam ini biasanya
muncul sebentar-sebentar sepanjang sejumlah generasi. Seperti diketahui
ekspresi fenotip bila yang terpaut otosom “tidak terpaut” pada kondisi
heterozigot.
Selain melalui
analisis silsilah, dewasa ini deteksi pada manusia juga dilakukan melalui
analisis in vitro. Seperti yang
diketahui sel-sel manusia secara rasio sudah dapat dikultur. Deteksi mutasi
melalui analisi in vitro yang
memanfaatkan kultur sel, dapat didasarkan pada analisis aktivasi enzyme,
migrasi protein pada medan
elektroforetik, serta pengurutan langsun protein maupun DNA. Deteksi mutasi
pada tumbuhan tingkat tinggi. Teknik yang pertama yaitu melalui analisis
komposisi biokimia misalnya isolasi protein dari endosperm jagung, hidrolisis
protein-protein tersebut serta penetapan komposisi asam amino, misalnya jika
dibanding galur-galur yang bukan mutan, mutan apaque 2 mengandung lebih banyak
lisin. Teknik yang kedua menggunakan kultur jaringan galur-galur sel tumbuhan
pada medium yang sudah tertentu. Dalam hal ini sel-sel tumbuhan diperlukan
sebagai mikroorganisme, kebutuhan biokimiawi dapat ditetapkan dengan cara
menambah dan mengurangi nutrient-nutrien dalam media kultur. Teknik kedua
memiliki keuntungan karena teknik yang berhubungan dengan mutan letal
kondosional dapat digunakan terhadap sel-sel tumbuhan pada kultur jaringan,
selanjutnya diterapkan untuk genetika tingkat tinggi.
Deteksi Mutasi Pada Manusia
Deteksi mutasi pada
manusia misalnya berkaitan dengan sifat ataupun kelainan tertentu dilakukan
dengan bantuan analisis silsilah. Setelah suatu sifat dipastikan menurun
selanjutnya diramalkan apakah alela mutan tersebut terpaut kromosom kelamin
atau terpaut autosom. Mutasi yang paling mudah dideteksi adalah mutasi dominan.
Jika gen mutan dominan terdapat pada kromosom kelamin X maka seorang ayah yang
tergolong penderita akan mewariskan ciri fenotip terkait kepada semua anak
perempuannya. Sebaliknya jika gen mutan dominan terpaut autosom maka hampir 50%
anak (yang berasal dari orang tua heterozigot) diharapkan mewarisi ciri mutan
tersebut. Mutasi resesif yang terpaut kromosom kelamin dan alela-alela mutan
resesif yang terpaut otosom dapat juga dideteksi dengan bantuan analisis
silsilah. Salah satu contoh mutan resesif yang terpaut kromosom kelamin pada
manusia adalah yang mengekspresi kelamin hemofili. Ekspresi fenotip bila
terpaut autosom tidak terpaut pada kondisi heterozigot. Selain deteksi dengan
cara di atas, deteksi mutasi juga dapat dilakukan melalui analisis in vitro yang memanfaatkan kultur sel,
dapat didasarkan pada analisis aktivitas enzim dan pengurutan langsung DNA
maupun protein
Uji Arnes
Dikembangkan oleh
Bruce Arnes pada awal 1970-an. Uji arnes menggunakan bakteri Sallmonella tryphimurium sebagai
organisme uji. Yang digunakan adalah 2 strain S. typhimirium kedua strain itu sama-sama tergolong auksotrofik
untuk histidin. Seperti diketahui strain yang bersifat auksotrofik untuk
histidin adalah yang membutuhkan tambahan histidin dalam medium pertumbuhan
agar dapat hidup (tumbuh). Dari kedua strain itu, pada salah satu strain mutan his dapat ddikembangkan menjadi his+ oleh suatu mutasi
pergantian basa, sedangkan pada strain lain mutasi his dapat dikembalikan menjadi his
+ oleh suatu mutasi pengubah rangka. Kedua strain itu juga
memiliki mutan-mutan lain yang memungkinkan semakin tepat digunakan untuk
memanipulasi eksperimental. Mutan-mutai lain misalnya yang menyababkan semakin
sensitive terhadap mutagenesis akibat aktivasi system perbaikan, serta yang
menyebabkan sel semakin permiabel terhadap molekul organic asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar