MENDELIAN INHERITANCE & CYTOPLASMIC INHERITANCE
Salah satu ciri makhluk hidup adalah memiliki kemampuan reproduksi (memperbanyak jenisnya). Peristiwa reproduksi melibatkan adanya transmisi informasi genetika dari orangtua (organisme/sel asal) pada anakannya (turunannya). Proses ini pertamakali disadari oleh Mendel. Selanjutnya, Mendel mengemukakan postulatnya yang berkaitan dengan pewarisan sifat, dan selanjutnya mempelopori perkembangan ilmu genetika. Mendel mendeskripsikan faktor yang membawa karakter keturunan tersebut sebagai gen. Hukum pewarisan yang dikemukakan Mendel atau dikenal sebagai Mendelian inheritance adalah berkaitan dengan cara gen ditransmisikan dari orangtua pada anakannya. Saat ini kita ketahui bahwa gen merupakan bagian dari kromosom. Transmisi informasi genetik melalui kromosom merupakan bagian utama dari sistem reproduksi. Namun dalam perkembangan genetika modern, diketahui bahwa terdapat sifat-sifat tertentu yang ditransmisikan melalui ekstrakromosomal (gen non kromosom) yang dikenal sebagai cytoplasmic inheritance atau dapat pula dikenal sebagai pewarisan ekstrakromosomal.
I. Mendelian Inheritance
Ketika Mendel memulai studinya mengenai pewarisan sifat menggunakan kacang polong tidak ada pengetahuan mengenai kromosom atau peran dan mekanisme meiosis. Namun Mendel dapat menentukan terdapat unit pewarisan sifat dan memprediksikan perilaku mereka selama pembentukan gamet. Pada saat dilakukan pengecekan dengan data sitologik, ternyata perilaku yang diperkirakan Mendel tersebut cocok dengan perilaku kromosom selama meiosis. Maka postulat Mendel menjadi inti dari studi tentang pewarisan sifat.
Pekerjaan Mendel dalam melakukan persilangan kacang polong memiliki desain eksperimen dan analisis yang baik. Pemilihannya menggunakan kacang polong sebagai objek penelitian menjadi landasan yang baik dalam penelitian biologi, karena mudah ditumbuhkan dan disilangkan secara artifisial, bereproduksi baik dalam satu musim, memiliki sifat yang mudah dilihat (7 sifat), dan memiliki sifat kontras yang baik,
Pekerjaan Mendel dapat berhasil sementara yang lain gagal dapat dikatakan karena kemampuan Mendel dalam memilih organisme yang tepat sebagai bahan eksperimennya. Dia membatasi ekperimennya pada pasangan sifat yang paling kontras, dan merekam data kuantitatif dengan cermat (yang sangat penting dalam studi genetika).
Persilangan monohibrid
Persilangan yang paling sederhana yang dilakukan Mendel adalah persilangan monohibrid, yakni persilangan yang melibatkan satu pasang sifat kontras. Persilangan monohibrid dilakukan dengan mengawinkan individual dari 2 strain induk yang masing-masing memiliki salah satu sifat kontras yang diamati. Kita mengamati sifat yang muncul pada anakannya, pada persilangan ini dan selanjutnya kita amati pula sifat yang muncul setelah anakannya melakukan persilangan sendiri sesamanya. Induk disebut sebagai P (generasi parental), anakannya disebut sebagai F1 (first filial generation) dan hasil persilangan F1 disebut sebagai F2 (second filial generation).
Contoh pekerjaan Mendel untuk persilangan monohibrid adalah persilangan antara tanaman yang memiliki batang tinnggi dan rendah. F1 dari persilangan dari kedua macam P di atas adalah semua memiliki karakter tanaman yang berbatang tinggi. Ketika terjadi fertilisasi sendiri diantara F1, Mendel melihat bahwa 787 dari 1064 tanaman F2 tinggi, sedangkan 277 dari 1064 rendah. Jika dibuat rasio, maka perbandingannya adalah 2,87:1, atau jika dibulatkan 3:1. Hal ini juga ditemukan Mendel pada persilangan sifat lainnya. Dan hal ini tidak berubah, apakah tanaman yang tinggi tersebut bertindak sebagai penyumbang pollen (induk jantan) ataupun penyumbang telur (induk betina) atau disebut sebagai perkawinan resiprok. Untuk menjelaskan fenomena ini, Mendel mengajukan adanya unit faktor untuk tiap sifat. Dan faktor ini bertindak sebgaia unit dasar hereditas dan ditransmisikan tanpa perubahan dari generasi ke generasi. Untuk menerangkan hal ini, Mendel membuat hipotesis bagaiman faktor tersebut dapat dimasukkan dalam perhitungan dalam menerangkan persilangan monohibrid. Mendel membuat 3 postulat berdasarkan pola yang ditemukannya pada persilangan monohibrid:
1. Unit faktor yang berpasangan
Karakter genetik dikontrol oleh unit faktor yang terdapat secara berpasangan pada organisme. Karena faktor terdapat berpasangan, maka untuk kasus batang yang tinggi yang disilangkan dengan batang rendah, terdapat 3 kombinasi pada individu anakannya: 2 faktor tinggi, 2 faktor rendah, dan 1 faktor tinggi dan 1 faktor rendah.
2. Dominansi/resesif
Ketika 2 unit faktor yang tidak serupa terdapat bersama dalam menentukan satu karakter, salah satu unit faktor akan menjadi dominan terhadap lawannya. Lawannya ini dikatakan memiliki sifat resesif.
3. Segregasi
Selama pembentukan gamet, pasangan unit faktor memisah atau bergabung secara random sehingga setiap gamet menerima salah satu unit faktor ini.
Postulat ini memberikan penjelasan yang tepat terhadap hasil persilangan monohibrid yang diperoleh. Misalnya dalam menjelaskan hasil persilangan tinggi dan rendah. Terjadinya seluruh F1 yang memiliki sifat tinggi dapat diterangkan dari adanya unit faktor tinggi dan rendah yang keduanya bertemu di F1. Karena tinggi dominan terhadap rendah, maka seluruh tanaman memiliki kerakter tinggi. Sedangkan pada F2, karena terdapat pemisahan dan penggabungan random antara unit faktor pada F1, maka terdapat 4 macam kombinasi dengan frekuensi yang sama: (1) tinggi/tinggi, (2) tinggi/rendah, (3) rendah/tinggi, dan (4) rendah/rendah. Dengan aplikasi pada postulat Mendel 1 dan 2, maka dari empat macam kombinasi tersebut akan dihasilkan rasio tinggi dan rendah 3:1.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai postulat Mendel ini, ahli genetika modern menggunakan beberapa terminologi, yakni (1) fenotip adalah penampakan fisik sifat yang dapat diamati, sedangkan genotip adalah sifat genetik yang ada di dalam individu. Genotip mengacu pada gen yang dimiliki individu berkaitan dengan sifat tertentu yang diamati. Penulisan gen disepakati menggunakan huruf besar untuk menunjukkan karakter dominan, dan huruf kecil untuk menunjukkan karakter resesif. Terdapat sendiri untuk menunjukkan haploid, dan terdapat berpasangan untuk menunjukkan diploid. (2) Pada karakter yang diamati, seperti tinggi tanaman, fenotip ditentukan oleh bentuk alternatif yang terdapat pada gen tunggal, dan disebut sebagai alel. Ketika alel pada gen tunggal sama (misalnya DD (D adalah gen dominan untuk sifat tinggi)), maka disebut sebagai homozigot, sedangkan bila alel tersebut berbeda (misalnya Dd) maka disebut sebagai heterozigot.
Genotip dan fenotip yang dihasilkan dari rekombinasi gamet selama fertilisasi dapat divisualisasikan dengan mudah menggunakan Punnett square (kotak Punnett). Ketentuannya adalah menaruh kemungkinan yang terdapat dalam tiap gamet pada baris atau kolom, kolom merepresentasikan gamet betina, sedangkan baris merepresentasikan gamet jantan. Penggunaan kotak Punnett dalam memahami persilangan monohibrida dapat diamati pada Gambar 1.
Gambar 1. Penggunaan kotak Punnett dalam meramalkan hasil F2 dari persilangan F1 sesamanya (sumber: Klug and Cummings, 1996).
Mendel mengajukan suatu metode sederhana untuk membedakan karakter genotip dominan homozigot dengan heterozigot: test cross. Organisme yang memiliki fenotip dominan namun tidak diketahui genotipnya disilangkan dengan individu yang resesif. Jika anakannya memiliki rasio fenotip 1:1, maka dapat ditentukan induk yang disilangkan tadi memiliki fenotip yang heterozigot.
Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid adalah persilangan yang melibatkan 2 pasang sifat kontras yang diamati secara simultan (berbarengan). Proses persilangan ini dikenal pula sebagai persilangan 2 faktor (Klug dan Cummings, 1996). Bila diringkas, persilangan dihibrid adalah 2 persilangan monohibrid yang hasilnya diamati secara berbarengan (bukan terpisah). Dari persilangan dihibrid, Mendel mengajukan postulat keempatnya yang dikenal sebagai Independent assortment (pemasangan/penggabungan bebas). Postulat ini muncul dari pengamatannya, bahwa hasil persilangan dihibrid memiliki pola yang sama dengan persilangan monohibrid (lihat Gambar 2).
Gambar 2. Hasil persilangan dihibrid F1 dan F2
Kemungkinan F2 memiliki warna kuning (dominan) adalah 12/16, dan memiliki kacang yang bertipe bulat adalah 12/16. Rasio ini sama dengan 3/4 yang muncul pada persilangan monohibrid kedua sifat tersebut. Postulat independet assortment menyatakan bahwa selama pembentukan gamet, pemisahan pasangan unit faktor akan bergabung secara bebas satu sama lain. Dari persilangan yang dilakukan juga terlihat hasil fenotip yang terbentuk pada persilangan F2 adalah 9:3:3:1 rasio dihibrid. Rasio ini muncul berdasarkan hukum probabilitas yang melibatkan segregasi, pemisahan bebas, dan fertilisasi random. Karenanya ini adalah rasio ideal. Penyimpangan yang diakibatkan kesempatan, muncul ketika hanya sejumlah kecil anakan yang dihasilkan.
Neo-Mendelian Inheritance/Deviasi Mendelian
Pekerjaan Mendel dimulai pada 1856 dan dipublikasikan pada 1865, namun penemuannya tidak dilirik selama hampir 35 tahun. Penyebabnya adalah hasil penelitian Mendel mennggunakan analisis matematik yang tidak umum digunakan dalam menerangkan fenomena biologi di masa itu, analisis Mendel yang dikemukakan juga bertentangan dengan hukum variasi makhluk hidup yang dianut pada saat itu akibat teori evolusi yang dicetuskan oleh Darwin dan Wallace. Hasil penelitian Mendel diangkat kembali karena penelitian Walter Flemming yang menemukan kromosom sebagai unit diskrit dari pewarisan. Sutton menghubungkan perilaku kromosom selama meiosis dengan postulat Mendel dan mencetuskan teori kromosomal pewarisan. Dengan penelitian lebih lanjut diketahui bahwa satu gen tidak sama dengan satu kromosom (seperti yang pertama kali diperkirakan oleh Sutton), melainkan satu kromosom mengandung banyak gen. Lokasi pada kromosom dimana terdapat gen tertentu disebut sebagai locus. Pada satu locus kromosom, terdapat alel. Umumnya gen memiliki lebih dari 2 alternatif alel, karenanya disebut sebagai multiple alelles.
Perhitungan Mendel menggunakan hukum probabilitas berlaku pada fenotip yang muncul akibat pengaruh satu pasangan alel. Namun ternyata terdapat modoifikasi dari hukum Mendel karena adanya interaksi gen yaitu fenotip tunggal yang dikontrol oleh lebih dari 1 pasangan gen. Modifikasi tersebut meliputi Incomplete Dominance (Dominansi parsial). Dalam hal ini tidak terdapat dominansi salah satu alel terhadap pasangannya. Karena tidak terdapat dominansi, maka rasio fenotip mengikuti rasio genotipnya, yaitu 1:2:1. Muncul fenotip baru yang merupakan perpaduan antara alel dominan dan resesif. Perbandingan yang sama juga ditemukan pada codominance. Namun pada codominance kedua alel bertanggungjawab untuk memproduksi 2 produk gen yang terpisah jelas. Contohnya pada golongan darah MN. Gabungan antara alel M dan N menghasilkan MN yang tidak memiliki kemiripan dengan M ataupun N sehingga sulit dikatakan mana alel yang dominan. Selain itu dikenal pula Alel Letal. Produk alel ada yang bersifat mempengaruhi survival suatu organisme. Suatu gen yang resesif mengakibatkan tidak dapat dihasilkannya produk esensial dan mengakibatkan organisme tersebut mati disebut sebagai alel letal resesif. Hal ini akan mempengaruhi perbandingan Mendel terhadap sifat yang diamati tersebut. Misalnya pada persilangan F2 monohibrid, perbandingannya menjadi 3:0, karena alel resesif tidak dapat diamati fenotipnya (sudah letal/mati). Penyimpangan lain adalah adanya epistasis. Epistasis timbul akibat adanya interaksi antar gen. Jika ekspresi satu gen atau pasangan gen menmpengaruhi ekspresi gen atau pasangan gen yang lain. Fenomena epistasis dapat terjadi dalam berbagai situasi, misalnya alel resesif pada satu lokus mempengaryhu ekspresi pasangan gen pada lokus kedua. Dapat pula alel dominan tunggal pada satu lokus mempengaruhi ekspresi pada lokus kedua. Atau 2 pasangan gen berkomplemen satu sama lain, dimana diperlukan gen dominan pada masing-masing pasangan gen untuk dapat mengekspresikan suatu sifat tertentu.
Penyimpangan di atas sifatnya terjadi di autosomal, karena terjadi tanpa melibatkan kromosom gamet. Adapula penyimpangan perhitungan (rasio) Mendel akibat terdapatnya gen pada kromosom kelamin (X atau Y). Akibatnya ekspresi gen ini sangat bergantung pada kehadiran kromosom X atau Y yang ada dalam individu. Gen yang terdapat pada kromosom Y tentu saja akan diwariskan pada keturunan laki-laki, sedangkan gen yang terdapat pada kromosom X dapat saja diwariskan pada keturunan laki-laki maupun perempuan, namun ekspresinya bergantung pada jenis alel yang diwariskan. Pewarisan sifat pada gen yang terpaut kromosom X ini mengikuti hukum crisscross pattern of inheritance. Yaitu karakter fenotip dikontrol oleh gen resesif yang terpaut jenis kelamin diwariskan dari ibu yang homozigot pada semua anak laki-lakinya. Hal ini terjadi karena anak laki-laki hanya memiliki satu kromosom X saja, sedangkan anak perempuan memiliki 2 kromosom X yang berasal dari orangtua perempuan dan laki-laki.
.
II. Cytoplasmic Inheritance/Non Mendelian Inheritance
Beberapa karakter pada eukariot menunjukkan pola yang tidak mengikuti pola genetika Mendel. Pada banyak kasus, karakter ini dikontrol oleh gen yang berlokasi diluar nukleus. Transmisi yang terjadi umumnya melewati induk betina, yang mana gametnya mengandung produk gen maternal yang mempengaruhi perkembangan atau sumber tunggal kloroplas dan mitokondria yang mempengaruhi fenotip anakannya.
Banyak observasi menunjukkan bahwa hasil perhitungan genetika ada yang tidak mengikuti pola Mendelian Genetics ataupun Neo Mendelian Genetics (deviasi Mendel) seperti yang dibahas di atas. Hal ini memunculkan ide tentang adanya transmisi genetik diluar nukleus, atau dikenal sebagai Non-Mendelian Inheritance. Ide ini kemudian ditunjang oleh penemuan adanya DNA pada mitokondria dan kloroplas. Mitokondria dan kloroplas mengandung informasi genetik sendiri. Mutasi pada ragi menunjukkan adanya transmisi genetik yang melibatkan uniparental mode of inheritance (pewarisan dari orangtua tunggal). Mikroskop elektron memperlihatkan bahwa DNA yang terdapat pada kedua organel tersebut berbentuk sirkuler, seperti yang terdapat pada virus dan bakteri. Gardner et al (1991) menjelaskan bahwa bentuk DNA sirkuler dimungkinkan berkaitan dengan teori yang menyatakan bahwa pada saat berevolusi, mitokondria merupakan bakteri yang bergabung dalam bakteri lain yang selanjutnya membentuk sel eukariot. Karenanya mitokondria memiliki genom DNA sendiri dan memiliki bentuk DNA sirkuler.
Banyak contoh tentang model pewarisan ini. Namun dibatasi pada 3 tipe fenomena genetik ekstrakromosomal: (1) pengaruh maternal yang diakibatkan oleh efek produk yang disimpan dalam gen nukleus induk betina selama proses perkembangan awal, (2) hereditas organel yang dihasilkan dari ekspresi informasi genetik yang terdapat dalam DNA mitokondria atau kloroplas, (3) infeksi hereditas yang dihasilkan dari asosisasi simbiosis atau parasitik mikroorganisme dengan sel eukariotik.
Pengaruh Maternal
Pengaruh maternal adalah fenotip anakan untuk karakter tertentu yang dipengaruhi oleh genotip nukleus gamet maternal. Hal ini kontras dengan kasus umum, yakni ekspresi karakter fenotip merupakan gabungan/kontribusi paternal dan maternal. Pada kasus pengaruh maternal, informasi genetika pada gamet betina ditranskripsi dan produknya (protein atau mRNA yang tidak ditranslasi) terdapat dalam sitoplasma telur. Pada saat fertilisasi, produk ini mempengaruhi pola karakter perkembangan zigot. Contohnya adalah pigmentasi Ephestia dan Penggulungan Lymnaea.
Pigmentasi Ephestia:
Ephestia kuehniella, larva serangga, tipe liarnya memiliki kulit berpigmen dan mata coklat oleh pengaruh gen dominan. Pigmentasi kulit ada karena adanya kynurenine. Tipe mutannya adalah pigmentasi kulit yang sedikit dan mata merah. Hasil persilangan test cross antara individu jantan heterozigot dengan betina homozigot berbeda dengan hasil test cross antara individu betina heterozigot dengan jantan homozigot. Jika individu jantan yang heterozigot disilangkan dengan betina homozigot resesif, maka perbandinngannya adalah 1:1 untuk sifat dominan dan resesif. Sedangkan bila induk betina yang homozigot disilangkan dengan jantan homozigot resesif, menghasilkan keturunan yang semuanya dominan (mata coklat, pigmentasi kulit penuh). Ketika dewasa, separuh dari keturunan tersebut memiliki mata merah, sehingga keturunannya adalah 1:1 (seperti hukum Mendel). Penjelasan untuk hal ini adalah oosit heterozigot mensintesis kynurenine atau enzim yang penting dalam sintesisnya, dan mengakumulasikannya di dalam ooplasma sebelum akhir meiosis. Sehingga pigmen ini terdistribusi dalam sitoplasma larva, karenanya larva memiliki fenotip semua mata coklat dan pigmentasi penuh. Namun ketika larva mensintesis sendiri pigmennya (berdasarkan transkripsi gen yang ada pada individunya), maka pigmen coklat menjadi tereduksi, dan muncullah fenotip mata merah dan pigmentasi kulit yang sedikit.
Penggulungan Lymnaea:
Penggulungan Lymnaea, sebaliknya bersifat permanen (tidak seperti contoh pada Ephestia). Penggulungan ada yang kekiri/sinister dan ini merupakan resesif (dilambangkan dengan dd), dan ada pula yang kekanan/dekster dan ini merupakan dominan (dilambangkan dengan DD atau heterozigotnya Dd). Pola penggulungan siput ditentukan oleh genotip parental yang memproduksi telur, daripada hanya fenotip parental saja. Induk maternal yang bergenotip DD atau Dd hanya memproduksi anakan yang menggulung dekstral. Investigasi yang dilakukan pada pola penggulungan siput ini menerangkan bahwa orientasi benang spindel pada pembelahan pertama setelah fertilisasi menentukan pola penggulungan siput. Orientasi spindel ini dikontrol oleh gen maternal yang beraksi pada pematangan telur di ovarium.
Hereditas Organel: Maternal Inherintance
Hal ini berkaitan dengan fungsi kloroplas dan mitokondria. Sebelum membahas tentang pola pewarisan sifat yang dipengaruhi oleh kedua organel ini, ada baiknya dibahas terlebih dahulu mengenai organisasi molekular dan fungsi DNA pada mitokondria dan kloroplas.
Organisasi molekular dan Fungsi DNA mitokondria:
Penelitian lanjutan memperlihatkan pada umumnya sel eukariot, DNA mitokondria (mtDNA) sirkuler dupleks yang mengalami replikasi semikonservatif dan bebas dari protein kromosomal (hal ini membedakannya dari DNA kromosomal). Ukuran mtDNA bervariasi, umumnya 16-18 kbp pada hewan, dan dapat mencapai 110 kbp pada kacang polong. Kekhasan lain dari mtDNA adalah tidak adanya repetisi gen, dan replikasi bergantung pada enzim yang dikode oleh DNA nukleus. Gen yang ada telah diidentifikasi mengkode rRNA, lebih dari 20 tRNA dan beragam produk penting untuk respirasi seluler. Peralatan sintesis protein dan komponen molekuler untuk respirasi seluler merupakan gabungan dari DNA nukleus dan mitokondria. Ribosom yang ada pada organel berbeda dengan yang terdapat pada sitoplasma. Dengan sedimentasi ada yang memiliki 55-80S. Produk gen nukleus (kromosom) yang penting untuk aktivitas biologik dalam mitokondria misalnya DNA dan RNA polimerase, faktor inisiasi dan elongasi translasi, protein ribosomal, aminoasil tRNA sintetase, dan beberapa RNA. Produk gen yang disebutkan diatas berbeda dengan yang ditemukan pada sitoplasmik (pada transkripsi dan translasi kromosomal). Misalnya RNA polimerase pada mitokondria hanya mengandung satu rantai polipeptida, berbeda dengan RNA polimerase nukleus yang mengandung banyak subunit.
Organisasi molekular dan Fungsi DNA kloroplas:
DNA kloroplas (cpDNA) berbentuk sirkuler, rantai ganda, melakukan replikasi semikonservatif dan bebas dari protein yang melekat padanya seperti karakterisitik yang dimiliki DNA nukleus. Dalam satu organel dapat ditemukan kopi molekul DNA, misalnya pada Chlamydomonas ditemukan 75 kopi DNA per organel dengan panjang 195 kbp setiap kopinya. Pada tumbuhan tingkat tinggi, panjang DNA cenderung berkurang. Produk gen kloroplas umumnya adalah enzim yang berperan dalam sintesis protein dan fungsi fotosintesis. Yang menarik adalah RuBP dibentuk dengan peran dari nukleus dan kloroplas, dimana cpDNA memiliki peran yang lebih besar. Ribosom kloroplas memiliki ukuran 70S yang mirip dengan ribosom bakteri, dan memiliki sensitivitas tinggi terhadap antibiotik penghambat sintesis protein, seperti kloramfenikol, eritromicin, streptomicin, dan spectinomycin.
Beberapa mutan fenotip cenderung ditransmisikan melalui sitoplasma daripada melewati nukleus. Transmisi seringkali melalui induk betina melewati ooplasma; karenanya fenotip ini dikenal sebagai maternal inheritance. Perbedaannya dengan pengaruh maternal adalah pengaruh maternal bukanlah sesuatu yang ditransmisikan penuh dari induk pada anakannya. Pada maternal inheritance, fenotipnya stabil dan secara kontinu diteruskan pada generasi turunannya melalui organel yang terlibat.
Maternal inheritance: kloroplas
Penemuan Carl Correns pada bunga pukul empat menunjukkan adanya transmisi kloroplas untuk karakter daun, yakni daun berwarna hijau, putih, maupun bervariasi pada cabangnya. Penelitian Correns memperlihatkan bahwa warna daun batang pada Mirabilis jalapa dipengaruhi oleh warna daun batang induk maternalnya. Meskipun jantan memiliki daun batang putih atau bervariasi, jika ovulumnya memiliki daun cabang yang hijau, maka semua anakannya akan memiliki daun cabang yang berwarna hijau.
Fenotip serupa ini juga ditemukan pada jagung, namun dengan pola yang berbeda oleh M. Rhoades. Ekspresi daun yang berwarna hijau, tak berwarna atau berseling hijau-tak berwarna tidak hanya dikontrol oleh sitoplasma, melainkan juga dipengaruhi oleh gen nukleus. Lokus ini disebut iojap (Ij). Tumbuhan yang memiliki genotip ij/ij memiliki fenotip hijau-tak berwarna (strip), bertindak sebagai mutannya. Perkawinan resiprok antara striped dan hijau memiliki hasil yang berbeda, tergantung induk mana yang mengandung mutan. Bila gen striped ada pada induk maternal, maka F1 hasilnya adalah tak berwarna, strip dan hijau (padahal mereka memiliki genotip yang sama: Ij/ij). Sedangkan pada perkawinan resiproknya, hasilnya adalah semua F1 memiliki fenotip hijau. Hasil ini menunjukkan kloroplas mutan ditransmisikan secara individual melalui sitoplasma maternal, diluar dari genotip nukleus. Hal serupa juga ditemukan pada mutasi Chlamydomonas. Karakter mutan seperti resistensi terhadap streptomicin (sr) diwariskan secara maternal. Hal ini dikaitkan dengan pewarisan kloroplas. sr diwariskan dari organisme mt+, penggabungan antara mt+ dan mt-, justru mengakibatkan kloroplas dari mt- menghilang, sehingga gen kloroplas dari mt+ saja yang fungsional.
Maternal inheritance: mitokondria
Contoh pewarisan maternal melalui mitokondria misalnya ditemukan pada sifat poky Neurospora. Poky adalah sifat pertumbuhan lambat yang ditemukan pada jamur oncom. Penelitian menunjukkan sifat poky memiliki hubungan dengan kecacatan fungsi mitokondria karena hilangnya beberapa sitokrom penting. Anakan yang berasal dari induk betina yang bersifat poky, memiliki fenotip semua poky, sedangkan anakan yang berasal dari induk betina non poky, meskipun induk jantannya adalah poky, menunjukkan koloni yang normal. Heterokarion (hifa yang mengandung campuran kromosom poky dan normal) pada awalnya menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang normal, namun secara progresif rata-rata pertumbuhannya mengalami kemunduran. Penjelasan yang ada saat ini adalah bahwa ekspresi mitokondria poky menyebabkan gangguan atau tekanan terhadap ekspresi mitokondria normal karena bereplikasi lebih cepat daripada mitokondria normal dan berakibat pada penurunan kecepatan pertumbuhan secara progresif karena kurangnya suplai energi.
Pada kasus manusia, adanya penyakit (kecacatan) tertentu dapat pula diakibatkan oleh hal ini. Pada human disorder yang diakibatkan oleh genetik, beberapa kriteria yang harus dipenuhi adalah: (1) pewarisan melalui maternal, bukan melalui Mendelian (2) kecacatan (genetik) merefleksikan defisiensi pada fungsi bioenergetik organel dan (3) mutasi genetik spesifik pada salah satu gen mitokondria harus dapat didokumentasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar